Rabu, 01 Desember 2010

SEJARAH PERUSAHAAN HONDA

Soichiro Honda lahir tanggal 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di Shizuoka prefecture. Daerah Chubu di antara Tokyo, Kyoto, dan Nara di Pulau Honshu yang awalnya penuh tanaman teh yang rapi, yang disela-selanya ditanami arbei yang lezat. Namun kini daerah kelahiran Honda sudah ditelan Hamamatsu yaitu kota terbesar di provinsi itu.


Ayahnya bernama Gihei Honda seorang tukang besi yang beralih menjadi pengusaha bengkel sepeda, sedangkan ibunya bernama Mika, Soichiro anak sulung dari sembilan bersaudara, namun hanya empat yang berhasil mencapai umur dewasa. Yang lain meninggal semasa kanak-kanak akibat kekurangan obat dan juga akibat lingkungan yang kumuh.


Walaupun Gihei Honda miskin, namun ia suka pembaharuan. Ketika muncul pipa sigaret modal Barat, ia tidak ragu-ragu mengganti pipa cigaret tradisionalnya yang bengkok, tidak peduli para tetangganya menganggapnya aneh. Rupanya sifat itu dan juga keterampilannya menangani mesin menurun pada anak sulungnya.


Sebelum masuk sekolah pun Soichiro sudah senang, membantu ayahnya di bengkel besi. Ia juga sangat terpesona melihat dan mendengar dengum mesin penggiling padi yang terletak beberapa kilometer dari desanya.


Di sekolah prestasinya rendah. Honda mengaku ulangan-ulangannya buruk. Ia tidak suka membaca, sedangkan mengarang dirasakannya sangat sulit. Tidak jarang ia bolos. “Sampai sekarang pun saya lebih efisien belajar dari TV daripada dari membaca. Kalau saya membaca, tidak ada yang menempel di otak,” katanya.


Ketika sudah kelas lima dan enam, bakat Soichiro tampak menonjol di bidang sains. Walaupun saat itu baru belasan tahun, namun dalam kelas-kelas sains di Jepang sudah dimunculkan benda-benda seperti baterai, timbangan, tabung reaksi dan mesin. Dengan mudah Soichiro menangkap keterangan guru dan dengan mudah ia menjawab pertanyaan guru.


Beberapa waktu sebelum itu, untuk pertama kalinya Soichiro melihat mobil. “Ketika itu saya lupa segalanya. Saya kejar mobil itu dan berhasil bergayut sebentar di belakangnya. Ketika mobil itu berhenti, pelumas menetes ke tanah. Saya cium tanah yang dibasahinya. Barangkali kelakuan saya persis seperti anjing. Lalu pelumas itu saya usapkan ke tangan dan lengan.


Mungkin pada saat itulah di dalam hati saya timbul keinginan untuk kelak membuat mobil sendiri. Sejak saat itu kadang-kadang ada mobil datang ke kampung kami. Setiap kali mendengar deru mobil, saya berlari ke jalan, tidak peduli pada saat itu saya sedang menggendong adik.”


Soichiro hanya mengalami duduk di bangku sekolah selama sepuluh tahun. Sesudah lulus SD, anak nakal itu dikirim ke sekolah menengah pertama di Futumata yang tidak jauh dari kediamannya. Lulus dari sekolah menengah itu ia pulang ke rumah ayahnya. Gihei Honda sudah beralih dari pandai besi menjadi pengusaha bengkel sepeda. Gihei Honda memiliki majalah The World of Wheels yang dibaca Soichiro dengan penuh minat.


Di majalah itu sebuah bengkel mobil dari Tokyo memasang iklan mencari karyawan. Soichiro buru-buru melamar dan ia diterima. Walaupun ayahnya khawatir, namun Soichiro diantar juga ke kota besar itu.


Honda hampir tidak percaya pada telinganya Honda merasa saat menunggu dipanggil belajar menjadi montir itu benar-benar merupakan ujian ketabahan yang paling berat, yang pernah dihadapinya seumur hidupnya. Di masa-masa setelah itu ia sudah tidak takut lagi menghadapi rintangan apapun berkat ketabahan yang diperolehnya selama menjadi kacung.


Honda yang selama kariernya tidak tahu banyak mengenai uang, Cuma mendapat keuntungan sedikit sekali tahun pertama itu. Tetapi Honda merasa beruntung karena bengkelnya sukses. Ia memutuskan untuk menabung dan memperkirakan selama masa kerjanya akan mampu mengumpulkan sampai 1.000 yen.


Selama hidupnya Honda terkenal sebagai penemu. Ia memegang hal paten lebih dari 100 penemuan pribadi. Yang pertama, ditemukannya ialah teknik pembuatan jari-jari mobil dari logam. Ketika itu mobil-mobil di Jepang memakai jari-jari kayu yang mudah terbakar. Perusahaan-perusahaan Jepang segera mengekspor jari-jari logam itu sampai ke India. Pada umur 25 tahun ia memperoleh keuntungan 1.000 yen sebulan.


Perusahaan juga menghargai orang-orang muda dan selalu merekrut orang-orang muda untuk memberi “darah baru” dan gagasan segar. Ketika Honda mengundurkan diri tahun 1973, yang dipilihnya sebagai pengganti ialah Kyoshi Kawashima, kepala bagian riset perusahaan Honda. Selama sejarahnya, perusahaan Honda hanya pernah mengalami pemogokan sekali pada tahun 1954. Ketika itu Honda dan manajemen di satu pihak menghadapi pekerja-pekerja dan
adik Honda di Pihak lain. Tetapi sebagai layaknya perusahaan di Jepang semuanya itu diselesaikan dengan musyawarah.


Sejak tahun 1973 Honda pindah ke pasaran kendaraan beroda empat untuk bisa tetap mengembangkan jumlah penghasilan perusahaan. Stafnya yang pada masa Honda bertambah 10% setiap tahun. Kalau mereka bertambah tua, artinya beban perusahaan akan bertambah berat. Padahal Honda menghadapi persaingan berat di pasaran dalam negeri dan luar negeri. Untuk bisa tetap menciptakan pasaran baru mereka harus selalu mencari teknik yang unik dan efisien serta menjual produk dengan harga bersaing.


Namun ketika Honda dan Fujisawa mengundurkan diri pada musim gugur tahun 1973, Honda berkata, “Saya bisa mundur tanpa perasaan khawatir, karena saya yakin perusahaan akan terus maju dengan penuh semangat, menanggulangi pelbagai kesulitan dan luwes, tanpa kehilangan kesegarannya.”


“Terus terang saya merasa muda dalam hal mental maupun fisik,” kata Honda. “Saya kira kalian tidak bisa menang dari saya. Namun saya mesti mengakui sekarang saya sering merasa iri hati pada orang muda. Saya diberi tahu bahwa di Amerika pemimpin umum perusahaan berumur 40-an dan perusahaan yang dipimpin orang berusia 60-an tahun sering mengalami stagnasi.


Kita sekarang memang memasuki zaman baru yang memerlukan nilai-nilai baru. Walaupun saya dan wakil pemimpin umum merasa kami masih muda, kami kira umur kami sudah lewat untuk memimpin.”


Kalau saya menengok kembali ke belakang, saya lihat bahwa yang saya buat tidak lain daripada kesalahan, serentetan kegagalan dan serentetan sesalan,” kata Honda. “Tetapi saya juga bangga untuk keberhasilan saya. Walaupun saya sering membuat kesalahan dan kegagalan, namun semua itu tidak pernah disebabkan oleh hal sama. Saya tidak pernah mengulangi kesalahan dan saya selalu berusaha sekuat mungkin untuk memperbaiki diri. Dalam hal itu saya berhasil.


“Ia tetap memegang saham terbesar di perusahaannya. Ketika mengundurkan diri tahun 1973 penghasilannya mendekati 1,7 miliar dolar. Walaupun sudah pensiun omongannya masih didengar. Katanya, masa depan industri Jepang bukan ditentukan oleh untuk cepat, tetapi oleh mutu barang yang kita buat dan pengaruhnya terhadap kepentingan sesama manusia. Kalau kita membuat barang yang menyebabkan banyak polusi kemungkinan kita akan untung, tetapi hanya sebentar, sesudah itu bangkrut.


Kami di perusahaan Honda sering bergurau: Enak juga ada perusahaan-perusahaan besar yang kerjanya hanya memikirkan untung besar saja. Akibatnya perusahaan kecil seperti Honda mendapat kesempatan untuk membuat barang yang baik.

TIPS CARA MEMELIHARA IKAN KOI AGAR SELALU SEHAT

1. Bila disekitar kolam Koi tumbuh tanaman dan berpotensi daun2an jatuh memasuki kolam, maka tambahkan ikan Grasscraft untuk memakan daun2an yang masuk ke kolam. Karena daun2an yang jatuh bila membusuk berpotensi meracuni air kolam Koi. Daun2an juga berpotensi menyumbat pompa celup yang berakibat pompa panas dan terbakar bila tidak segera dibersihkan. Jangan memasukkan ikan Sapu2 kedalam kolam Koi, berbahaya.
2. Bilamana terlihat ada kutu2, siput kecil dalam kolam, maka segera Dimilin (obat pemusnah kutu dan parasit) diberikan ke kolam dengan dosis 1 gram per M3 air. Dimilin juga mampu memusnahkan kutu jarum yang sulit diatasi dengan obat pembasmi hama lainnya. Keesokan harinya lakukan penggantian air kolam minimal 1/3 bagian dengan tujuan membuang kutu2 yang telah mati keluar kolam, dan membersihkan Filter.
Ada cara alamiah untuk mengatasi munculnya berbagai parasit-penyakit ini yaitu dengan memasukkan secara rutin setiap minggunya predator alami, yaitu ikan Sumatra kedalam kolam. Ikan Sumatra akan memakan berbagai jentik2 mulai dari cuk, kutu2 hingga kutu jarum, siput2 kecil dan berbagai parasit yang berpotensi menjangkiti ikan Koi kesayangan Kita. Ikan Sumatra dimasukan sejumlah 5 sampai 10 ekor per M3 air kolam.
3. Penting untuk membersihkan Filter secara rutin jangan menunggu hingga ada ikan yang sakit baru filter dibersihkan, atau hingga pompa terbakar karena filternya macet tersumbat penuh kotoran.
4. Pada musim penghujan seringkali listrik mati, siapkan antara lain (1) Generator listrik sebagai backup bilamana listrik mati. (2) Atau Aerator menggunakan battery sebagai supply oksigen bila listrik mati. (3) Dalam keadaan kepepet aki-accu-battery mobil bisa digunakan sebagai catu daya untuk Aerator berkapasitas besar, dengan menambahkan Converter 12 Volt ke 220 Volt. (Semacam UPS pada komputer bila listrik mati, pengganti generator listrik)

4 KUNCI SUKSES DALAM USAHA

Dunia bisnis di Indonesia terus menggeliat, persaingan dunia usaha kecil pun semakin meningkat. Untuk itu perlu bagi para pelaku bisnis untuk menyusun strategi handal agar bisnis yang dirintis dapat bertahan pada berbagai kondisi.

Untuk memenangi pasar dalam dunia yang terus berubah ada 4 kunci sukses, yang wajib dimiliki seorang wirausahawan

Keempat kunci tersebut adalah:

1. Awareness: yang termasuk dalam poin ini adalah iklan yang gencar untuk membangkitkan kesadaran terhadap produk tersebut bagi konsumen.

2. Attractiveness: apakah produk kita menarik. Harus ada sesuatu yang berbeda dipandingkan produk lain yang diproduksi kompetitor.

3. Availability: apakah produk juga dilengkapi oleh ketersedian yang menunjung. Misalnya, produk rumah dilengkapi dengan akses yang mudah dan strategis.

4. Affordability: untuk menarik konsumen, penjualan produk disertai dengan berbagai macam potongan harga maupun kredit ringan.

KISAH MR.JOGER

Mr.JOGER. Orang kreatif adalah orang yang bisa memunculkan ide dan diterima orang lain dengan senang hati. Salah satunya adalah Joseph Theodorus Wulianadi alias Mr Joger, BAA, BSS (Bukan Apa-Apa dan Bukan Siapa-Siapa). Pemilik pabrik katakata Joger ini bahkan disebut sebagai orang kreatif yang mampu memunculkan ide gila, aneh, menipu semua orang tapi bagaimana yang ditipu tidak merasa ditipu, dan malah merasa senang.
Berawal dari itikad baik untuk menjadi manusia yang baik, minimal tidak menjadi parasit di negeri tercinta atau tidak menjadi pengangguran atau menjadi beban bagi orang lain adalah motivasi awal bagi Mr Joger untuk merintis usaha. ”Saya ini kan bukan ahli bahasa. Saya juga bukan orang pintar. Tapi tampaknya saya punya keyakinan yang cukup untuk mendukung keberanian saya mengemukakan niat-niat baik melalui karya-karya saya yang jelek-jelek. Tapi bukan salah saya kalau ternyata banyak masyarakat dalam maupun luar negeri yang jatuh hati dan secara rutin mau membeli produk-produk Joger yang jelek-jelek tapi
unik ini,” tegas Mr Joger. Bisnis bagi saya adalah bagaimana caranya “menipu” konsumen secara baik-baik, sehingga mereka merasa senang dan merasa tidak ditipu, dan datang lagi minta ditipu secara berkesinambungan.

Marketing yang andal adalah orang yang sudah bisa mempengaruhi jiwa konsumen. Bukan lagi hanya kantongnya, sehingga orang tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Kunci keberhasilan adalah kejujuran yang mengandung itikad baik. Dalam berusaha saya tidak selalu memikirkan untung. Keuntungan hanya membuat kita kaya secara meteri, namun tidak secara batin. Untuk apa kaya kalau tidak bahagia? Bukan berarti saya menganjurkan miskin. Akan lebih rugi bila sudah miskin tidak bahagia. Jadi tujuan hidup bukan miskin atau kaya, tapi bahagia.Yang disebut bahagia adalah orang yang bisa berkarya untuk diri sendiri dan bermanfaat untuk masyarakat. Kalau mau kaya, usahakan jangan sampai orang lain menjadi miskin karenanya. Saya mempunyai filosofi, “lebih baik sedikit tetapi cukup daripada banyak tetapi kurang.” Miskin di sini saya artikan adalah cukup. Kalau sudah merasa sudah cukup, untuk apa memikirkan banyak?
Dalam hidup saya memakai sistem kompromi. Separuh untuk nafkah separuh lagi untuk kehidupan. Karena mencari nafkah itu belum tentu hidup. Apabila sudah bisa menikmati hidup, barulah namanya
hidup. Hidup itu sebenarnya mudah karena Tuhan Maha Baik, Dia akan memberikan segala yang diminta hambanya. Manusia itu sering berbicara bahwa Tuhan Maha Tahu, tapi mereka sok. Tuhan Maha Kuasa tapi
kita sok kuasa akhirnya kita tidak mau rendah hati. Sebetulnya, kalau rendah hati, hidup ini jadi indah.
Selain mengelola Joger, saya juga sering menjadi pembicara di seminar-seminar.Saya sering mengungkapkan , kembangkanlah diri kalau mau percaya diri. Tapi sebelum mengembangkan diri, harustahu diri. Jadi intinya adalah tahu diri, setelah itu percaya diri. Bagaimana bisa berusaha, bila tidak percaya diri dan tidak bisa mengembangkan diri?

SEKILAS BUDAYA SUNDA

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda.

Kebudayaan Sunda yang ideal pun kemudian sering dikaitkan sebagai kebudayaan raja-raja Sunda atau tokoh yang diidentikkan dengan raja Sunda. Dalam kaitan ini, jadilah sosok Prabu Siliwangi dijadikan sebagai tokoh panutan dan kebanggaan urang Sunda karena dimitoskan sebagai raja Sunda yang berhasil, sekaligus mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.

Dalam perkembangannya yang paling kontemporer, kebudayaan Sunda kini banyak mendapat gugatan kembali. Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda pun sering kali mencuat ke permukaan. Apakah kebudayaan Sunda masih ada? Kalau masih ada, siapakah pemiliknya? Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda yang tampaknya provokatif tersebut, bila dikaji dengan tenang sebenarnya merupakan pertanyaan yang wajar-wajar saja. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana, karena kebudayaan Sunda dalam kenyataannya saat ini memang seperti kehilangan ruhnya atau setidaknya tidak jelas arah dan tujuannya. Mau dibawa ke mana kebudayaan Sunda tersebut?

Setidaknya ada empat daya hidup yang perlu dicermati dalam kebudayaan Sunda, yaitu, kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi. Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam merespons berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar.

Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas, bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas urang Sunda tampak secara eksplisit semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda. Lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan dengan "keterbelakangan", untuk tidak mengatakan primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada urang Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa "gengsi" ini terkadang ditemukan pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda, termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang bahasa Sunda.

Apabila kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan, hal itu sejalan pula dengan kemampuan mobilitasnya. Kemampuan kebudayaan Sunda untuk melakukan mobilitas, baik vertikal maupun horizontal, dapat dikatakan sangat lemah. Oleh karenanya, jangankan di luar komunitas Sunda, di dalam komunitas Sunda sendiri, kebudayaan Sunda seringkali menjadi asing. Meskipun ada unsur kebudayaan Sunda yang memperlihatkan kemampuan untuk bermobilitas, baik secara horizontal maupun vertikal, secara umum kemampuan kebudayaan Sunda untuk bermobilitas dapat dikatakan masih rendah sehingga kebudayaan Sunda tidak saja tampak jalan di tempat tetapi juga berjalan mundur.

Berkaitan erat dengan dua kemampuan terdahulu, kemampuan tumbuh dan berkembang kebudayaan Sunda juga dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang tidak kalah memprihatinkan. Jangankan berbicara paradigma-paradigma baru, iktikad untuk melestarikan apa yang telah dimiliki saja dapat dikatakan sangat lemah. Dalam hal folklor misalnya, menjadi sebuah pertanyaan besar, komunitas Sunda yang sebenarnya kaya dengan folklor, seberapa jauh telah berupaya untuk tetap melestarikan folklor tersebut agar tetap "membumi" dengan masyarakat Sunda.

Kalaulah upaya untuk "membumikan" harta pusaka saja tidak ada bisa dipastikan paradigma baru untuk membuat folklor tersebut agar sanggup berkompetisi dengan kebudayaan luar pun bisa jadi hampir tidak ada atau bahkan mungkin, belum pernah terpikirkan sama sekali. Biarlah folklor tersebut menjadi kenangan masa lalu urang Sunda dan biarkanlah folklor tersebut ikut terkubur selamanya bersama para pendukungnya, begitulah barangkali ucap urang Sunda yang tidak berdaya dalam merawat dan memberdayakan warisan leluhurnya.

Berkenaan dengan kemampuan regenerasi, kebudayaan Sunda pun tampaknya kurang membuka ruang bagi terjadinya proses tersebut, untuk tidak mengatakan anti regenerasi. Budaya "kumaha akang", "teu langkung akang", "mangga tipayun", yang demikian kental melingkupi kehidupan sehari-hari urang Sunda dapat dikatakan menjadi salah satu penyebab rentannya budaya Sunda dalam proses regenerasi. Akibatnya, jadilah budaya Sunda gagap dengan regenerasi.

Generasi-generasi baru urang Sunda seperti tidak diberi ruang terbuka untuk berkompetisi dengan sehat, hanya karena kentalnya senioritas serta "terlalu majunya" pemikiran para generasi baru, yang seringkali bertentangan dengan pakem-pakem yang dimiliki generasi sebelumnya. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila proses alih generasi dalam berbagai bidang pun berjalan dengan tersendat-sendat.

Bila pengamatan terhadap daya hidup kebudayaan Sunda melahirkan temuan-temuan yang cukup memprihatinkan, hal yang sama juga terjadi manakala tiga mustika mutu hidup kreasi Rendra digunakan untuk menjelajahi Kebudayaan Sunda, baik itu mustika tanggung jawab terhadap kewajiban, mustika idealisme maupun mustika spontanitas. Lemahnya tanggung jawab terhadap kewajiban tidak saja diakibatkan oleh minimnya ruang-ruang serta kebebasan untuk melaksanakan kewaijiban secara total dan bertanggung jawab tetapi juga oleh lemahnya kapasitas dalam melaksanakan suatu kewajiban.

Hedonisme yang kini melanda Kebudayaan Sunda telah mampu menggeser parameter dalam melaksanakan suatu kewajiban. Untuk melaksanakan suatu kewajiban tidak lagi didasarkan atas tanggung jawab yang dimilikinya, tetapi lebih didasarkan atas seberapa besar materi yang akan diperolehnya apabila suatu kewajiban dilaksanakan. Bila ukuran kewajiban saja sudah bergeser pada hal-hal yang bersifat materi, janganlah berharap bahwa di dalamnya masih ada apa yang disebut mustika idealisme. Para hedonis dengan kekuatan materi yang dimilikinya, sengaja atau tidak sengaja, semakin memupuskan idealisme dalam kebudayaan Sunda. Akibatnya, jadilah betapa sulitnya komunitas Sunda menemukan sosok-sosok yang bekerja dengan penuh idealisme dalam memajukan kebudayaan Sunda.

Berpijak pada kondisi lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda, timbul pertanyaan besar, apa yang salah dengan kebudayaan Sunda? Untuk menjawab ini banyak argumen bisa dikedepankan. Tapi dua di antaranya yang tampaknya bisa diangkat ke permukaan sebagai faktor berpengaruh paling besar adalah karena ketidakjelasan strategi dalam mengembangkan kebudayaan Sunda serta lemahnya tradisi, baca, tulis , dan lisan (baca, berbeda pendapat) di kalangan komunitas Sunda.

Ketidakjelasan strategi kebudayaan yang benar dan tahan uji dalam mengembangkan kebudayaan Sunda tampak dari tidak adanya "pegangan bersama" yang lahir dari suatu proses yang mengedepankan prinsip-prinsip keadilan tentang upaya melestarikan dan mengembangkan secara lebih berkualitas kebudayaan Sunda. Kebudayaan Sunda tampaknya dibiarkan berkembang secara liar, tanpa ada upaya sungguh-sungguh untuk memandunya agar selalu berada di "jalan yang lurus", khususnya manakala harus berhadapan dengan kebudayaan-kebudayaan asing yang galibnya terorganisasi dengan rapi serta memiliki kemasan menarik. Berbagai unsur kebudayaan Sunda yang sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan, bahkan untuk dijadikan model kebudayaan nasional dan kebudayaan dunia tampak tidak mendapat sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, berbagai makanan tradisional yang dimiliki urang Sunda, mulai dari bajigur, bandrek, surabi, colenak, wajit, borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi cilembu, apakah ada strategi besar dari pemerintah untuk mengemasnya dengan lebih bertanggung jawab agar bisa diterima komunitas yang lebih luas. Kalau Kolonel Sanders mampu mengemas ayam menjadi demikian mendunia, mengapa urang Sunda tidak mampu melahirkan Mang Ujang, Kang Duyeh, ataupun Bi Eha dengan kemasan-kemasan makanan tradisional Sunda yang juga mendunia?

Lemahnya budaya baca, tulis, dan lisan ditengarai juga menjadi penyebab lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya baca telah menyebabkan lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda secara tidak langsung merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia. Fakta paling menonjol dari semua ini adalah minimnya karya-karya tulis tentang kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh urang Sunda. Dalam kaitan ini, upaya Yayasan Rancage untuk memberikan penghargaan dalam tradisi tulis perlu mendapat dukungan dari berbagai elemen urang Sunda. Sayangnya, hingga saat ini pertumbuhan tradisi tulis pada urang Sunda masih tetap terbilang rendah.

GAYA HIDUP SEHAT PERLU KESEIMBANGAN ROHANI DAN JASMANI

Masyarakat negara kita sering terdedah dengan pelbagai masalah kesihatan yang kronik dan akhirnya mengundang kepada kematian. Ia adalah kesan daripada amalan gaya hidup yang tidak sihat dan ketidakseimbangan kesihatan rohani dan jasmani dalam kitaran hidup seharian. Kementerian Kesihatan kerap kali mengadakan kempen kesihatan untuk memberi kesedaran kepada awam tentang penjagaan kesihatan yang perlu dipupuk dalam budaya hidup kita malah perlu disemai sejak awal lagi agar kita tidak tergolong dalam kalangan yang mempunyai masalah kesihatan. Namun, adakah kempen gaya hidup sihat, “Tak Nak Merokok”, makanan berkhasiat dan kempen kecerdasan mampu mengubah pandangan masyarakat kita tentang peri pentingnya menjaga kesihatan sekaligus mengamalkan gaya hidup yang sihat? Mungkin ada sesetengah golongan menyedari akan hakikat ini dan ada juga segelintirnya yang menganggap kesihatan hanya perlu dijaga apabila sudah berusia ataupun ada sesetengah golongan merasakan usia muda menjadi tiket untuk mereka terus kekal sihat. Bagi golongan ini, apakah jaminan mereka? Usahkan menunggu sehingga umur tua, sedangkan yang masih kecil lagipun sudah mengidap pelbagai penyakit. Usia bukan jaminan untuk kita terus kekal sihat, tetapi usia boleh dijadikan satu pemangkin untuk kita menjaga kesihatan agar boleh menjalani hidup yang bermakna pada masa hadapan.
Kesihatan merupakan suatu kekayaan. Walau sehebat manapun seseorang individu, sihat masih lagi menjadi agenda utama yang perlu dikekalkan. Secara umumnya, umur 40 tahun adalah tempoh yang paling ketara pelbagai penyakit dikesan tetapi jika kita menyedari akan kepentingan penjagaan kesihatan sejak dari awal lagi, pelbagai langkah pencegahan boleh diambil dan merupakan satu cara yang terbaik daripada kita mengubatinya. Peningkatan utama masalah kesihatan masyarakat di negara kita adalah kerana gaya hidup yang tidak sihat dan seimbang termasuklah kurangnya kesedaran dalam menjaga keseimbangan dan kesederhanaan dalam hidup. Gaya hidup yang berlebihan ini akan mengakibatkan tekanan dan akhirnya memberi kesan timbulnya pelbagai penyakit. Ruang lingkup keseimbangan rohani, jasmani, akli, dan sosial perlu dirangkumkan agar ia dapat diterjemahkan sebagai gaya hidup yang sihat. Oleh itu, penjagaan kesihatan secara menyeluruh perlu dilaksanakan bagi setiap individu agar dapat meneruskan amanah dan tanggungjawab masing- masing secara harmoni. Kesihatan jasmani boleh dikekalkan melalui pengambilan makanan yang sihat dan seimbang serta melakukan aktiviti fizikal seperti senaman. Kita juga perlu menjauhkan diri daripada tabiat merokok yang boleh merosakkan kesihatan. Kesihatan jasmani yang baik juga akan memberi kesan kepada kesihatan rohani yang mantap. Makanan yang halal dan baik mampu melahirkan insan yang berkualiti dari aspek rohani dan jasmani. Kesihatan mental yang baik pula mempamerkan bahawa seseorang itu mampu mengawal tekanan hidup yang dihadapi secara bijaksana dan bebas daripada gangguan mental yang boleh mengubah keupayaan seseorang individu. Manakala kesihatan sosial ialah, individu mampu menambah atau mengekalkan jaringan hubungan antara masyarakat yang akhirnya dapat mengekalkan kesihatan diri sendiri mahupun masyarakat umumnya. Gabungjalin antara kesemua unsur itu perlu diamalkan bagi setiap individu dalam suasana hari ini agar tidak mengundang pelbagai penyakit moden yang kini kian menular dalam masyarakat kita.
Hasil kajian yang dijalankan oleh Kementerian Kesihatan tahun 2006 mendapati bahawa amalan gaya hidup masyarakat di negara ini menyebabkan banyak masalah kesihatan yang kronik. Apabila masyarakat terdedah dengan faktor risiko yang lebih menjurus kepada amalan gaya hidup akan mengundang kepada penyakit berbahaya seperti jantung, kencing manis, angin ahmar, kanser, darah tinggi, kegagalan buah pinggang, kerosakan paru- paru dan penyakit tulang. Antara ciri yang boleh mendatangkan risiko penyakit berbahaya yang tidak berjangkit adalah gaya pemakanan yang tidak sihat di mana didapati seramai 8.7 juta (7.8 peratus) daripada masyarakat kita tidak memakan sayur- sayuran dan buah- buahan. Manakala sebanyak 7.2 juta (60.1 peratus) rakyat tidak menjalankan aktiviti fizikal yang sepatutnya. Dan juga ciri gaya hidup yang lain seperti merokok, minum arak, kegemukan, buncit juga mendatangkan risiko kesihatan. Jika diteliti hasil kajian ini, menunjukkan bahawa pemakanan secara seimbang dan aktiviti fizikal tidak dititikberatkan dalam gaya hidup masyarakat Malaysia. Sebab itulah pesakit kanser, jantung, diabetes dan darah tinggi adalah antara golongan yang paling banyak menerima rawatan di hospital kerajaan sepanjang tahun 2006 (Kementerian Kesihatan) di mana penyakit tersebut adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor pemakanan dan gaya hidup yang tidak sihat. Oleh itu, kita seharusnya melihat bahawa arus penyakit pada hari ini lebih menjurus kepada unsur pemakanan dan gaya hidup walaupun mungkin terdapat juga faktor persekitaran dan lahiriah yang menyumbang kepada masalah penyakit tersebut. Sepatutnya, kita perlu ada kesedaran di dalam diri untuk menggiatkan lagi penjagaan kesihatan walaupun di usia muda kerana pengabaian kesihatan menyebabkan kita seolah- olah menyimpan bom yang akan meletup bila- bila masa sahaja apabila sampai kepada tahap kronik. Oleh itu, seharusnya kita berwaspada.
Masalah kesihatan di dunia kini mengalami revolusi di mana jika dahulu kebanyakan masyarakat mengalami masalah kekurangan zat galian dan vitamin tetapi hakikat hari ini telah berubah di mana masyarakat mengalami masalah kesihatan disebabkan terlebih makan dan seterusnya berlanjutan kepada masalah lebihan kolesterol, lebihan gula dan kegemukan. Penyakit yang wujud dalam masyarakat sekarang adalah kerana manusia tidak mengikut peraturan yang telah disusun oleh Allah SWT dan mengikut Sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ia berlaku akibat kelalaian dan kealpaan manusia itu sendiri kerana tidak menjaga keseimbangan dalam hidup. Keseimbangan adalah penting untuk kita mengekalkan kesihatan yang optimum. Namun, disebabkan kegagalan inilah menyebabkan mereka mendapat pelbagai penyakit. Sepertimana yang termaktub dalam surah ar- Ruum ayat 41 di mana Allah mengingatkan kita bahawa kerosakan di muka bumi ini adalah akibat daripada perbuatan manusia itu sendiri dan mereka perlu bertanggungjawab dan merasakan akibat daripada perbuatan tersebut.
Nyata hari ini, masyarakat kurang menyayangi diri mereka dengan tidak mengamalkan pemakanan halal dan sihat, gaya hidup yang tidak sihat, terdedah kepada tekanan yang juga menjadi akar umbi kepada masalah kesihatan dan juga tidak menitikberatkan soal kesihatan rohani. Agama Islam melarang manusia mementingkan diri sendiri tetapi kita bertanggungjawab untuk menjaga diri dan seharusnya ia dijadikan penggerak untuk memperbaiki mutu kesihatan diri kita. Oleh itu, sudah sampai masanya masyarakat muhasabah kembali kesilapan dan memperbetulkannya serta perlu menjadikan kesihatan sebagai satu amalan penting dalam hidup tidak kira semua lapisan umur. Gaya hidup yang sihat memerlukan kita menjaga keseimbangan antara rohani dan jasmani bagi mengelakkan pelbagai serangan penyakit moden kini dan seterusnya kita boleh meneruskan kehidupan ini dengan kekal sihat dan teratur.

SEJARAH JOGJAKARTA

    Antara tahun 1568 – 1586 di pulau Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan Hadiwijaya, di mana semasa mudanya beliau terkenal dengan nama Jaka Tingkir. Dalam pertikaian dengan Adipati dari Jipang yang bernama Arya Penangsang, beliau berhasil mucul sebagai pemenang atas bantuan dari beberapa orang panglima perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan oleh karenanya beliau mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasr. Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang kemudian memberikan anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang masih berupa hutan belantara, dan kemudian dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”. Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat Sultan Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas Bumi Mentaok dan mengakat diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati. Salah seoran putera beliau dari pekawinannya dengan Retno Dumilah, putri Adipati Madiun, memerintah Kerajaan Mataram sebagai Raja ketiga, dan bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo, Beliau adalah seorang patriot sejati dan terkenal dengan perjuangan beliau merebut kota Batavia, yang dekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC, suatu organisasi dagang Belanda. Waktu terus berjalan dan peristiwa silih berganti. Pada permulaan abad ke-18, Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Paku Buwono ke II. Setelah beliau mangkat, terjadilah pertikaian keluarga, antara salah seorang putra beliau dengan salah seorang adik beliau, yang merupakan pula hasil hasutan dari penjajah Belanda yang berkuasa saat itu. Petikaian itu dapat diselesaikan dengan bik melalui Perjanjian Ginyanti, yang terjadi pada tahun 1755, yang isi pokoknya adalah Palihan Nagari, yang artinya pembagian Kerajaan menjadi dua, yakni Kerajaan Surakata Hadiningrat dibawah pemerintah putera Sunan Paku Buwono ke-III, dan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah pemerintahan adik kandung Sri Sunan Paku Buwono ke-II yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat ini kemudian lazim disebut sebagai Yogyakarta dan sering disingkat menjadi Jogja. Pada tahun 1813, Sri Sultan Hamengku Buwono I, menyerahkan sebagian dari wilayah Kerajaannya yang terletak di sebelah Barat sungai Progo, kepada salah seorang puteranya yang bernama Pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu secara bebas, dengan kedaulatan yang penuh. Pangeran Notokusumo selanjutnya bergelar sebagai Sri Paku Alam I, sedang daerah kekuasaan beliau disebut Adikarto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, beliau menyatakan sepenuhnya berdiri di belakang Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari negara persatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya bersatatus Daerah Istimewa Yogyakarta (setingkat dengan Propinsi), sampai sekarang.