Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Seto Mulyadi menyatakan sebagian besar kekerasan terhadap anak dilakukan ibu kandungnya sendiri. Seorang ibu masih memiliki paradigma lama seolah-olah mendidik anak dengan kekerasan itu wajar dan sah-sah saja, bahkan harus,� katanya saat Pencanangan Gerakan Nasional Perlindungan Anak di Sekolah Gratis Yayasan Bina Insan Mandiri di Terminal Depok.
Berdasarkan data Komnas PA, tahun 2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan ibu kandung mencapai 9,27 persen atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang ada. Sedangkan kekerasan yang dilakukan ayah kandung 5,85 persen atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98 persen), ayah tiri (2 kasus atau 0,98 persen).
Dalam sehari Komnas PA menerima 20 laporan kasus, termasuk kasus anak yang belum terungkap. �Komnas PA kuat karena dukungan masyarakat dan media massa, katanya.
Kak Seto panggilan Seto Mulyadi mencontohkan pepatah yang mengatakan di ujung rotan ada emas yang mengingatkan masa depam anak akan baik, jika dipukul dengan rotan. Ini merupakan paradigma keliru yang harus diluruskan bersama.
Kekerasan terhadap anak banyak dilakukan masyarakat menengah ke bawah karena terkait dengan kemiskinan. Tapi bukan berarti kasus tersebut tidak terjadi pada kalangan menengah atas, bahkan ada guru besar dan CEO perusahaan ternama yang melakukan kekerasan terhadap putra-putrinya.
Seto Mulyadi mengajak seluruh orang tua untuk tidak lagi melakukan kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak bukan saja dalam arti fisik tetapi konflik rumah tangga yang memperebutkan anak antar istri dan suami juga merupakan bentuk lain dari kekerasan.
Jika ada kasus perebutan anak hendaknya diselelasikan melalui kekeluargaan. Bukan diputuskan oleh pengadilan,� harapnya. Diharapkannya peran pemerintah dalam melindungi anak-anak dari kekerasan bisa lebih ditingkatkan.
Peran Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) bisa ditingkatkan untuk menangani masalah anak-anak, begitu juga dengan Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, dan Pendidikan yang mempunyai dirjen yang mengurusi anak-anak. Meneg PP lebih banyak diharapkan untuk mengatasi masalah anak, ujarnya.
Aspek Politik
Seto Mulyadi juga mengemukakan penanganan masalah anak selama ini banyak mengedepankan aspek politik dibandingkan dengan aspek lainnya. Penanganan masalah kekerasan terhadap anak belum menjadi skala prioritas, tapi hanya mengendepankan aspek politiknya.
Seharusnya semua pihak, bukan hanya pemerintah saja, tapi juga masyarkat, media massa dan perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) membantu secara serius penanganan masalah anak tanpa aspek politiknya.
Ia mengharapkan partai politik (parpol) dan pemimpin partai untuk peduli terhadap permasalahan anak secara serius. Mengenai kasus penganiayaan terhadap anakhingga tewas dan hingga kini belum terungkap, Kak Setoo menyarankan agar media massa selalu mengangkat masalah tersebut agar segera ditangani secara serius.
Berdasarkan data Komnas PA, tahun 2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan ibu kandung mencapai 9,27 persen atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang ada. Sedangkan kekerasan yang dilakukan ayah kandung 5,85 persen atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98 persen), ayah tiri (2 kasus atau 0,98 persen).
Dalam sehari Komnas PA menerima 20 laporan kasus, termasuk kasus anak yang belum terungkap. �Komnas PA kuat karena dukungan masyarakat dan media massa, katanya.
Kak Seto panggilan Seto Mulyadi mencontohkan pepatah yang mengatakan di ujung rotan ada emas yang mengingatkan masa depam anak akan baik, jika dipukul dengan rotan. Ini merupakan paradigma keliru yang harus diluruskan bersama.
Kekerasan terhadap anak banyak dilakukan masyarakat menengah ke bawah karena terkait dengan kemiskinan. Tapi bukan berarti kasus tersebut tidak terjadi pada kalangan menengah atas, bahkan ada guru besar dan CEO perusahaan ternama yang melakukan kekerasan terhadap putra-putrinya.
Seto Mulyadi mengajak seluruh orang tua untuk tidak lagi melakukan kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak bukan saja dalam arti fisik tetapi konflik rumah tangga yang memperebutkan anak antar istri dan suami juga merupakan bentuk lain dari kekerasan.
Jika ada kasus perebutan anak hendaknya diselelasikan melalui kekeluargaan. Bukan diputuskan oleh pengadilan,� harapnya. Diharapkannya peran pemerintah dalam melindungi anak-anak dari kekerasan bisa lebih ditingkatkan.
Peran Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) bisa ditingkatkan untuk menangani masalah anak-anak, begitu juga dengan Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, dan Pendidikan yang mempunyai dirjen yang mengurusi anak-anak. Meneg PP lebih banyak diharapkan untuk mengatasi masalah anak, ujarnya.
Aspek Politik
Seto Mulyadi juga mengemukakan penanganan masalah anak selama ini banyak mengedepankan aspek politik dibandingkan dengan aspek lainnya. Penanganan masalah kekerasan terhadap anak belum menjadi skala prioritas, tapi hanya mengendepankan aspek politiknya.
Seharusnya semua pihak, bukan hanya pemerintah saja, tapi juga masyarkat, media massa dan perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) membantu secara serius penanganan masalah anak tanpa aspek politiknya.
Ia mengharapkan partai politik (parpol) dan pemimpin partai untuk peduli terhadap permasalahan anak secara serius. Mengenai kasus penganiayaan terhadap anakhingga tewas dan hingga kini belum terungkap, Kak Setoo menyarankan agar media massa selalu mengangkat masalah tersebut agar segera ditangani secara serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar